BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Babak ketiga dalam drama besar politik Islam dibuka dengan peran penting yang dimainkan
oleh khalifah Abu al- Abbas. Irak menjadi panggung drama besar itu. Dalam
khutbah penobatannya yang disampaikan setahun sebelumnya di majid Kufah,
khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya al-saffah, penumpah darah yang
kemudian menjadi julukannya. Dinasti Abbasiyah merupakan kerajaan orang Islam
baru, tempat orang Arab hanya menjadi salah satu unsur dari berbagai bangsa
yang membentuk kerajaan itu. Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang
merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan
tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar
paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah
inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah,
Kufah,dan khurasan.
1.2 Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka kami
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana awal berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana masa keemasan Dinasti Abbasiyah ?
3. Bagaimana kehidupan masyarakat pada masa Dinasti Abbasiyah ?
4. Faktor apa saja yang menjadi penyebab runtuhnya Dinasti Abbasiyah ?
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Tujuan Pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Menjelaskan tentang bagaimana awal berdirinya Dinasti Abbasiyah. . . ?
2. Menjelaskan tentang bagaimana masa
keemasan Dinasti Abbasiyah. . . ?
3. Menjelaskan tentang bagaimana kehidupan masyarakat pada masa
Dinasti Abbasiyah . . ?
4. Menjelaskan tentang faktor apa saja yang menjadi penyebab
runtuhnya Dinasti Abbasiyah. . . ?
1.3.2 Manfaat
pembuatan makalah ini yaitu :
1. Memberikan informasi tentang awal
berdirinya Dinasti Abbasiyah.
2. Memberikan informasi tentang bagaimana masa
keemasan Dinasti Abbasiyah.
3. Memberikan informasi tentang bagaimana
kehidupan masyarakat pada masa Dinasti Abbasiyah.
4. Memberikan informasi tentang faktor apa
saja yang menjadi penyebab runtuhnya Dinasti Abbasiyah.
1.4
Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis adalah metode
kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan
dengan permasalahan melalui literatur jurnal yang tersedia di media masa atau
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Dinasti
Abbasiyah
2.1.1
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Al-Manshur, pendiri Sejati Dinasti Abbasiyah
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya
bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi
berdirinya dinasti Abbasiyah. Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di
bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah
Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai
gerakan rahasia. Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah
terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh
Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang
telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul
Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin
Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul
di dataran rendah sungai Zab. Khalifah itu melarikan diri hingga ke fustat di
mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M.
Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu
Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
2.1.2 Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbbasiyah, seperti halnya dinasti
lain dalam sejarah Islam, mencapai kejayaan politik dan intelektual mereka
segera setelah didirikan. Pemahaman tetang tingkat kekuatan, kekjayaan dan
kemajuan yang diraih oleh dinasti Abbasiyah pada masa terhebat dan terbaiknya
bisa diperoleh dengan menelusuri hubungan luar negeri yang mereka lakukan,
kajian rerhadap kehidupan istana dan kalangan bangsawan di Baghdad, ibu kota
pemerintahan dan penelitian terhadap kebangkita intelektual yang tak
tertandingi, yang berpuncak pada masa al- Ma’mun.
2.1.3
Hubungan Iternasional Dinasti Abbasiyah
Lembaran
sejarah awal abad ke-9 diawali dengan dua naman raja yang mengawali percaturan
dunia : Charlemagne di Barat dan Harun al- Rasyid di Timur. Dari dua nama itu,
Harun jelas lebih berkuasa dan menampilkan budaya yang lebih tinggi. Hubungan
persahabatan keduanya, tentu saja didorong oleh kepentingan pribadi.
Charlemagne menjadikan Hrun sebagai sekutu potensila untuk menghadapi Bizantium
yang tidak bersahabat, dan Harun berusaha memanfaatkan Charlemagne untuk
menghadapi pesaing dan lawan berbahaya, yaitu Dinasti Umayyah di Spanyol, yang
berhasil membangun negara yang kuat dan makmur. Hubungan persahabatan itu,
diwujudkan dalam bentuk pertukaran duta dan hadiah.
2.1.4
Zaman Keemasan Baghdad
Sejarah dan
berbagai legenda menyebutkan bahwa zaman keemasan Baghdad terjadi selama masa
kekhalifahan Harun al- Rasyid (786-809). Meskipun usianya kurang dari setengah
abad, Baghdad pada saat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat
kemakmuran dan peran internasional yang luarbiasa. Baghdad menjadi saingan
satu-satunya Bizantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran
kerajaan, terutama ibukotanya. Saat itulah Baghdad menjadi “kota yang tiada
bandingannya di seluruh dunia”. Istana kerajaan dengan bangunan tambahan untuk
para harem. Pelabuhan juga berkembang pesat sebagai tempat persinggahan kapal
dagang .
2.2
Negara Abbasiyah
2.2.1
Khalifah Abbasiyah
Kepala
negara yaitu seorang khalifah yang setidaknya dalam teori, memegang semua
kekuasaan. Prinsip pergantian kepemimpinan secara turun-temurun yang belum
didefinisikan secara tegas, seperti yang telah di praktekkan pada masa Umayyah
juga diikuti oleh Dinasti Abbasiyah, beserta seluruh dampak buruknya. Seorang
khalifah yang sedang berkuasa akan menunjuk sebagai penggantinya seorang anak
yang ia senangiatau ia pandang cakap, atau saudaranya yang menurutnya paling
tepat. Al- Saffah menunjuk saudaranya al- Manshur yang kemiduan dilanjutkan
oleh anaknya al- Mahdi. Al- Mahdi diganti oleh anaknya yang tertua, al- Hadi,
yang kemudian dilanjutkan oleh saudaranya, Harun al- rasyid. Harun menunjuk
anak tertuanya. al- Amin, sebagai penggantinya, dan adiknya yang lebih
berbakat, al- Ma’mun, sebagai penerusnya yang kedua.ia embagi dua kerajaan
untuk dua anaknya, dengan menyerahkan pemerintahan di Khurasan yang beribikota
di Marw kepada al- Ma’mun. Setelah al- Amin terbunuh dalam perang sipi, maka
al- Ma’mun mengambil alih pemerintahan. Empat tahun kemudian ia mengangkat Ali
al- Ridha sebagai penggantinya. Orang Baghdad marah dan menunjuk paman al-
Ma’mun, Ibrahim ibn al-Mahdi sebagai Khlifah. Enam tahun stelah kematian
pendahulunya, al- Ma’mun berhasil memasuki ibulota kerajaan. Tak lama sebelum
meninggal, al- Ma’mun dengan mengabaikan anaknya al- Abbas, mengangkat
saudaranya al-Mu’tashim sebagai penggantinya, sehingga hampir memicu pemberontakan
pihak militer yang lebih menyukai anaknya.al-Mutashim kemudian diagantikan oleh
anaknya, al- Watsiq yang menjadi raja terakhir Dinasti Abbasiyah pada masa
kejayaannya.
2.2.2
Sumber Pemasukan Negara
Selain
pajak, sumber pendapatan negara yang lain yaitu zakat yang merupakan
satu-satunya pajak yang diwajibkan pada setiap orang Islam.zakat dibebankan
atas tanah produktif, hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan, dan harta
milik lainnya yang mampu berkembang, baik secara alami ataupun setelah
dikembangkan.semua zakat yang terkumpul akan disalurkan oleh bendahara negara
untuk kepentingan umat Islam itu sendiri. Sumber pendapatan utama lainnya yaitu
pajak dari bangsa lain, uang tebusan, pajak perlndungan dari rakyat non mislim,
pajak tanah dan pajak yang diambil dari barang dagangan nonmuslim yang masuk ke
wilayah Islam. Semua pemasukan ini disalurkan untuk membayar tentara,
ememlihara masjid, jembatan dan jalan raya, serta untuk kepentingan umum umat
Islam.
2.2.3
Biro- Biro Pemerintahan
Disamping biro pajak, Dinasti abbasiyah juga
memiliki kantor pengawas yang pertama kali diperkenalkan oleh al-Mahdi, dewan
korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua sirat-surat resmi, dokumen
politik serta intruksi dan ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan, departemen
kepolisian dan pos.
Dewan penyelidik keluhan yaitu sejenis
pengadilan tngkat banding, atau pengadilan tinggi yang menangani kasus yang
diputuskan secara keliru pada departemen administratif dsn politik.
Depaetemen kepolisian dikepalai oleh seorang
pejabat tinggi yang diangkat sebagai Sahib al-Syurthah, yang berperan sebagi
kepala polisi dan kepala keamanan istana.
Ciri
penting pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah adanya departemen pos, yang
dikepalai oleh seorang pejabat yang dinamai Sahib al- Barid. Kepala pos pusat
memiliki tugas penting yaitu menjaga surat-surat kerajaan, mengawasi
pembangunan berbagai sarana pos, menjadi agen mata-mata yang menanggungjawabi
semua layanan pos.
Biro
pemerintahan lain yang cukup penting kedudukannya yaitu bior peradilan.pelaksanaan
peradilan dalam masyarakat Islam selalu dipandang sebagai fungsi keagamaan,
dipercayakan oleh para khalifah kepada para ulama yang diangkat sebagai hakim.
Menurut teori hukum Islam, hakim harus laki-laki, sehat, dewasa, merdeka, Islam,
tidak berperilaku tercela, bagus penglihatan dn pendengarannya serta menguasai
ketentuan hukum Islam.
2.2.4
Sistem Organisasi Militer
Kekhalifahan
Arab tidak pernah memiliki pasukan reguler dalam jumlah besar, teroganisir
dengan baik, berdisiplin tinggi serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara
reguler. Pasukan pengawal khalifah mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap
yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan.selai itu, ada juga pasukan
bayaran dan sukarelawan. Pasukan tetap mendapat bayaran secara berkala dari
pemerintah, pasukan sukarelawan hanya menerima gaji ketika bertugas. Pasukan
pengawal stana memperoleh bayaran yang lebih tinggi, bersenjata lengkap, dan
berseragam.
Sepanjang
abad pertama Hijriah, Dinasti Abbasiyah
menyandarkan kekuatannya pada pasukan yang kuat dan loyal, yang bukan
saja digunakan untuk meredam pemberontakan di Suriah, Persia dan Asia Tengah,
tapi juga untk memerangi Bizantium. Merosotnya kekuatan militer Dinasti
abbasiyah terjadi ketika al-Mutawakkil mulai membentuk unit-unit pasukan asing.
Kebijakan itu merusak kondisi yang dibutuhkan untuk menjaga moral dan semangat
pasukan.
2.2.5
Administrasi Wilayah Pemerintahan
Pembagian
wilayah pada masa Dinasti Abbasiyah hampir sama dengan pembagian wilayah
Dinasti Umayyah. Provinsi dipimpin oleh gubernur. Dalam persoalan lokal,
otoritas gubernur cenderung sangat dominan dan jabatannya bisa diwariskan.
Secara teoritis ia memegang jabatan tersebut selama disenangi oleh wazir, yang
merekomendasikan pengangkatannya kepada khalifah, dan ia akan diturunkan dari
jabatannya jika wazir itu diganti. Tentang urusan gubernur, al- Mawardi
membedakan antara dua jenis jabatan : Immarah ammah ( amir umum) yang memiliki
kekuasaan tertinggi untuk mengatur urusan militer, mengangkat dan mengawasi
hakim pengadilan, memungut pajak, memelihara ketertiban, menjaga mazhab resmi
negara dari segala bentuk penyimpangan, menata administrasi kepolisian dan
menjadi imam shalat Jumat. Gubernur juga memiliki otoritas khusus (khashshah),
yang tidak memiliki otorits peradilan dan perpajakan.
2.3
Kehidupan Masyarakat Pada Masa Dinasti Abbasiyah
2.3.1
Kehidupan keluarga dan gaya hidup masyarakat
Pada masa
ini, kaum wanita memiliki kebebasan. Hampir secara universal pernikahan dalam
Islam dipandang sebagai kewajiban yang positif. Wanita yang telah menikah harus
menjalankan tugas-tugasnya. Perabotan rumah yang paling umum yaitu dhiwan,
sebuah sofa yang mengisi tiga sisi ruangan. Minuman beralkohol sering diminum
secara sendiri maupun bersama. Pesta persahabatan yang menyajikan arak dan
nyanyian menjadi hal yang lazim dijumpai.
Salah satu
gaya hidup dan kebiasaan masyarakat pada periode Abbasiyah yaitu berendam
ditempat pemandian umum, selain itu, pemanfaatan waktu luang juga menjadi
tradisi, seperti olahraga, berburu dan catur.
2.3.2
Kedudukan Budak dan Mantan Budak
Para
pembantu hampir seluruhnya budak yang direkrut secara paksa dari kalangan
nonmuslim, baik yang ditawan pada masa perang atau dibeli pada masa damai.
Gadis muda dalam kelompok budak biasanya menjadi penyanyi, penari dan selir.
Gagasan tentang maraknya praktik perbudakan bisa dilihat dari tingginya jumlah
budak yang dimiliki oleh keluarga kerajaan.
2.3.3
Perdagangan dan Industri
Kekuasaan
kerajaan yang sedemikian luas dan tingkat peradaban yang tinggi itu dicapa
dengan melibatkan jaringan perdagangan internasional yang luas. Para pedagang
paling awal yaitu orang Kristen, Yahudi dan pengikut Zoroaster, tapi pada masa
belakangan digantikan oleh orang Arab Islam yang lebih suka berdagang daripada
bertani. Pelabuhan seerti Baghdad, Bashraf, Siraf, Kairo dan Iskandariyah
segera berkembng menjadi pusat-pusat perdagangan darat dan laut yang aktif.
Disebelah timur, pedagang Islam telah menjelajah sampai ke Cina. Disebelah
Barat, Islam telah mencapai Maroko dan Spanyol.
Industri
kerajinan tangan menjamur di berbagai pelosok kerajaan. Daerah asia Barat menjadi
pusat industri karpet, sutera, kapas, kain wol, satin, brokat, sofa dan kain
pembungkus bantal, serta perlengkapan rumah tangga. Selain itu, pembuatan
kertas tulis yang diperkenalkan pada pertengahan abad ke-8 dari Cina ke
samarkand.
Seni
mengolah perhiasan juga megalami masa kejayaan. Mutiara, safir, rubi, emerald
dan permata sangat disuki para bangsawan, sedangkan batu zamrud berwarna
kehijauan, batu carnelius berwarna kemerahan, dan onyx berwarna putih, coklat
dan hitam disukai oleh kalangan bawah.
Sumber tambang utama kerajaan yang
memungkinkan tumbuhnya industri kerajaan adalah emas dan perak yang diambil
dari Khurasan, yang juga menghasilkan marmer dan air raksa. Rubi, lapis lazuli,
dan azuri dari Transxoniana, tembaga dan perak dari Karman, mutiara di Bahrain,
turquise dari Nisabur.
2.3.4
Perkembangan Bidang Pertanian
Bidang
pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasti ini karena pusat
pemerintahannya sendiri berada di daerah yang sangat subur, ditepian sungai
yang biasa dikenal dengan nama Sawad. Lahan pertanian yang terlantar dan desa
yang hancur dberbaga wilayah kerajaan diperbaiki secara bertahap. Daerah rendah
di lembah Tigris-Efrat yang merupakan daerah terkaya setelah Mesir, mendapat
perhatian khusus dari pemerintahan pusat. Mereka membuka kembali saluran
irigasi yang lama dari sungai Efrat dan membuat saluran irigasi yanng baru,
sehingga membentuk jaringan irigasi yanng sempurna. Kanal besar pertama yang disebut
Nahr Isa setelah di gali kembali oleh keluarga al-Manshur, menghubungkan
saluran sungai Efrat di anbar sebelah barat laut dengan sungai tigris di
Baghdad. Salah satu cabang utama Nahr Isa adalah Sharah. Kanal terbesar kedua
yaitu Nahr Sahrshar, yang bertemu dengan sungai Tigris di daerah Madain. Kanal
ketiga yaitu Nahr al-Malik yang tersambung ke sungai Tigris dibawah Madain.
Tanaman
asli Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas dan rami. Daerah yang
sangat subur berada di dataran tepian sungai ke selatan, Sawad, yang
menumbuhkan berbagai buah dan sayuran, yang tumbuh di daerah panas aupun
dingin. Kacang, jeruk, tebu, dan beragam bunga seperti bunga mawar dan violet
juga tumbuh subur. Hortikultura tidak hanya terbatas pada buah-buahan dan
sayuran.Bunga juga dibudidayakan sebagai tanaman hias dan bahan pembuatan
parfum. Minat terhadap pertanian tampak
dari banyaknya buku yang mengulas tentang tumbuh-tumbuhan.
2.3.5
Warga Nonmuslim di Kekhalifahan Islam
Meskipun
banyak aturan yang telah dibuat tentang kehidupan Yahudi dan Kristen, namun
kehidupan beragama diberi kebebasan yang relatif besar. Hal itu terbukti dari
beberapa peristiwa sejarah. Misalnya, perdebatan sejumlah keagamaan, mirip
perdebatan yang sudah biasa dilakukan dihadapan Mu’awiyah dan Abd al-Malik,
yang dilakukan pada periode Abbasiyah selalu dihadiri oleh keluarga kerajaan.
Sebagian besar penduduk Kristen pada masa
Dinasti Abbasiyah adalah pengikut gereja Suriah dianggap sebagai kelompok
heterodoks, dan biasa disebut sebagai sekte Yakobus dan Nestor yang kebanyakan
tinggal di Irak. Patrik sekte Nestor atau Katolik dalam bahasa Arab disebut
jathiliq, memiliki kewarganegaraan di Baghdad, satu hak istimewa yang tidak
dimiliki oleh sekte Yakobus. Dar al-Rum yaitu kawasan kristen di Baghdad.
Orang Koptik Mesir, seperti yang telah kita
bahas, merupakan pengikut sekte Yakobus dan mengakui kekuasaan Patrik
Iskandariyah. Disepanjang pantai barat Mesir, agama Kristen memiliki pengikut
dikalangan orang Berber, namun sebagian besar penduduk pedalaman memiliki tokoh
lokal yang dikultuskan. Salah satu ciri khas masyrakat Kristen yang menonjol
pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu semangat yang cukup tinggi sehingga mereka
yang agresif mampu mengirimkan para misionaris ke India dan Cina.
Kelompok nonmuslim lain yang jumlah
populasinya cukup besar yaitu para penganut Yahudi. Sebagai salah satu kelompok
keagamaan yang dilindungi, orang Yahudi memiliki posisi yang lebih baik dari
orang Kristen meskipun Al-Qur’an mendiskreditkan mereka. Orang Yahudi dan
Kristen juga memiliki kedudukan yang baik, seperti menjadi dokter, pegawai
administrasi.
Kelompok nonmuslin lainnya yaitu orang
Sabiin. Orang Sabiin asli menurut para pnulis Arab yaitu orang-orang Mandea.
Mereka merupakan pengikut sekte Yahudi-Kristen. Orang Mandea melakukan beberapa
kali ritual pembabtisan: setelah lahir, sebelum menikah, dan pada berbagai
kesempatan lainnya. Mereka mendiami dataran rendah babilona dan sebagai sebuah
sekte, cikal bakal mereka dapat dilacak pada abad pertama masehi. Palestina
mungkin merupakan tempat kediaman pertama komunitas ini. Orang Sabiin merupakan
pengrajin perak dari Amarah. Di Babilonia juga terdapat orang semi-Sabiin dari
Haran yang merupakan pemuja bintang.
2.3.6
Islamisasi Kerajaan
Pada
kenyataannya, penaklukan Islam yang dilakukan terutama pada masa Khulafa
al-Rasyidin, merupakan penaklukan oleh pasukan Arab dan bangsa Arab. Mereka
berhasil menaklukan, baik dari sudut pandang militer maupun politik, wilayah
Persia, Bulan Sabit Subur dan Afrika Timur laut.seama abad pertama pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, penaklukan-penaklukan itu memasuki tahapan berikutnya, yaitu
tahap kemenangan Islam sebagai agama. Pada tahap inilah sebagian besar penduduk
kerajaan masuk ke dalam agama Islam. Penduduk Persia beralih ke agama Islam
pada abad ketiga setelah wilyah itu dikuasai Islam.
2.4
Keruntuhan Kekhalifahan Abbasiyah
2.4.1
Faktor Internal Keruntuhan Dinasti Abbasiyah
Terjadinya
desentralisasi dan pembagian kekuasaan di daerah-daerah selalu mengiringi
setiap penaklukan yang dilakukan tergesa-gesa dan tidak usai. Metode
administratif yang diterapkan juga tidak kondusif bagi penciptaan stabilitas
negara. Eksloitasi dan pajak berlebihan menjadi kebijakan favorit yang
dibebankan kepada semua rakyat, tak terkecuali. Garis perpecahan antara Arab
dan non Arab, antara muslim Arab dan muslim baru, antara musli dan kaum dzimmi,
tetap terlihat tajam. Banyaknya gundik sanak dan saudara yang memenuhi komplek
istana kerajaan, yang tak pelak memunculkan beragam kecemburuan dan intrik,
kehidupan mewah yang menonjolkan minuman keras dan nyayian, merupakan faktor
faktor lain yang melemahkan vitalitas keluarga dan tentu saja menghasilkan
keturunan yang lemah dan terus memegang tahta. Berbagai pertikaian untuk
menjadi pewaris tahta yang tak pernah bisa dipastikan.
Faktor
ekonomi tak dapat diabaikan, pembebanan pajak dan pengaturan wilyah provinsi
demi keuntungan kelas pengusaha telah menghancurkan bidang pertanian dan
industri. Pengusaha semakin kaya rakyat semakin miskin. Wabah penyakit dan
bencana alam juga menjadi penyebab hancurnya dinasti ini.
2.4.2
Faktor Eksternal Keruntuhan Abbasiyah
Pada 1253,
Hulagu, cucu Jengis Khan bergerak dari mongol memimpin pasukan berkekuatan
besar unutk membasmi kelompok pembunuh dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah.
Islam terhimpit oleh para pemanah pasukan Mongol dan para satria perang Salib,
Islam pada awal abad ketiga belas tampaknya akan tenggelam untuk selamanya.
Namun, pada saat itu pula pasukan Salib dipukul mundur sampai ke laut oleh
keurunan Turki Utsmani. Khalifah Abbasiyah yang terakhir menyerahkan gelar
kekhalifahannya, lengkap dengan segala wewenang dan hak istmewanya kepada
panakluknya, Dinasti turki Utsmani, atau kepada penerusnya di Konstantinopel.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dinasti
Abbbasiyah, mencapai kejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah
didirikan. Pemahaman tetang tingkat kekuatan,
kekjayaan dan kemajuan yang diraih oleh dinasti Abbasiyah pada masa terhebat
dan terbaiknya bisa diperoleh dengan menelusuri hubungan luar negeri yang
mereka lakukan, kajian terhadap kehidupan istana dan kalangan bangsawan di
Baghdad, ibu kota pemerintahan dan penelitian terhadap kebangkitan intelektual
yang tak tertandingi, yang berpuncak pada masa al- Ma’mun. Prinsip pergantian kepemimpinan
secara turun-temurun yang belum didefinisikan secara tegas, Salah satu gaya
hidup dan kebiasaan masyarakat pada periode Abbasiyah yaitu berendam ditempat
pemandian umum, selain itu, pemanfaatan waktu luang juga menjadi tradisi,
seperti olahraga, berburu dan catur. Garis perpecahan antara Arab dan non Arab,
antara muslim Arab dan muslim baru, antara musli dan kaum dzimmi, tetap terlihat
tajam. Faktor ekonomi seperti pembebanan pajak dan pengaturan wilyah provinsi
demi keuntungan kelas pengusaha telah menghancurkan bidang pertanian dan
industri. Pada 1253, Hulagu, cucu Jengis Khan bergerak dari mongol memimpin
pasukan berkekuatan besar unutk membasmi kelompok pembunuh dan menyerang
kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah Abbasiyah yang terakhir menyerahkan gelar
kekhalifahannya, lengkap dengan segala wewenang dan hak istmewanya kepada
panakluknya, Dinasti turki Utsmani, atau kepada penerusnya di Konstantinopel.
3.2 Saran
Sebagai manusia yang
mempunyai kelebihan dan kekurangan kami yakin para pembaca juga ingin lebih
mengerti tentang Dinasti abbasiyah maka kami menyarankan para pembaca
memperbanyak membaca dari sumber-sumber yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah, diakses pada 23 Oktober, pukul 11:20 WIB
http://simba-corp.blogspot.com/2012/03/sejarah-berdirinya-dinasti-abbasiyah
.html, diakses pada 24 November, pukul 14:20 WIB
Kitti, Philip. K: 2006. History Of Arabs, New York: Corlear by Club
Lake Champlain, halaman 358-616.
Syalabi A, 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka
Alhusna.