Jumat, 26 Agustus 2016

Keikhlasan yang terus terjaga

kadang manusia sangat sulit untuk ikhlas
bahkan, untuk kebaikan dirinya sendiri
namun rahmat ALLAH maha Luas
sehingga manusia dengan cepat segera tersadar
dari buruknya sifat yang seharusnya tidak boleh ada dalam diri

bicara tentang keikhlasan
ada sosok manusia hebat yang mampu ikhlas setulus hati bahkan lebih dari yang kita bayangkan
Ia lah seorang Ibu
memberikan segalanya tanpa pamrih
mlai kita baru jadi embrio sampai akhir hayatnya
kasihnya sepanjang masa
cintanya tak trehalang oleh apapun
doanya selalu terucap, baik dilisan maupun dalam hati.

tak ada kata terindah yang mampu melukiskan tentangnya
tak ada harta yang mampu untuk dibandingkan dengannya
ia sosok wanita hebat yang keikhlasannya selalu terjaga

Selasa, 17 Maret 2015

MAKALAH PEMILU 1955 DI INDONESIA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudulPemilihan Umum tahun 1995di Indonesia.
 Makalah yang kami susun ini memiliki aspek tujuan.Tujuan kami adalah untuk memenuhi persyaratan nilai mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia VI. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi penulis dan para pembaca.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini:
1. Dra. Hj. Yunani Hasan, M. Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Kebudayaan.
2. Keluarga dan teman-teman yang memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian kepada penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu,yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak  memiliki kekurangan, Oleh karena itu, kritik dan saran para pembaca sangat kami harapkan untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun guna untuk menyempurnakan pembuatan makalah di waktu yang akan datang.

Palembang,  Maret  2015

Penulis


DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                                                                               i
Daftar isi                                                                                                         ii
Bab I Pendahuluan                                                                                          1
1.1      Latar Belakang Masalah                                                                1
1.2      Perumusan Masalah                                                                       1
1.3       Tujuan                                                                                                        2
  1.4      Metode Penulisan                                                                          2
Bab II Pembahasan                                                                                        
2.1     Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia                          3
2.2     Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum
Tahun 1955 di Indonesia                                                                                 6
2.3     Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia                           9
2.4  Hasil Pemilihan umum Tahun 1955 di Indonesia                                           10
Bab III Penutup                                                                                             
3.1     Kesimpulan                                                                                     12
3.2     Saran                                                                                               12
Daftar Pustaka                                                                                                  13     
BAB I
PENDAHULUAN
1.1      Latar Belakang
Pada umumnya bangsa yang baru merdeka biasanya menetapkan pemilihan umum sebagai program politiknya. Demikian juga Indonesia stelah bebrapa lama berada di bawah kekangan pemerintah kolonial. Salah satu agenda politik adalah menyelenggarakan pemilihan umum . Hal ini menunjukan euphoria politik karena sebagai bangsa yang baru merdeka yang ingin menikmati pesta demokrasi yang belum pernah dialami pada masa- masa sebelumnya.
Pemilihan umum di Indonesia yang pertama diselanggarakan satu setengah bulan setelah terbentuknya kabinat Burhanuddin Harahap. Sebagai ketua lembaga pemilihan umum adalah Menteri Dalam Negeri waktu yaitu Mr. Sunaryo, yang berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam pelaksanaanya, puluhan partai politik bersaing memperebutkan kursa dewan Perwakilan rakyat anggota konstituante. Pada waktu itu wilayah Indonesia dibagi menjadi 16 wilayah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 ke kecamatan dan 434529 Desa ( Sekretariat NegaraRI, 1986: 88).
1.2       Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Jelaskan sistem pemilihan umum di Indonesia pada 1955 di Indonesia ?
2.    Apa saja partai politik yang berperan dalam pemilihan umum 1955 di Indonesia?
3.    Bagaimana proses pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1955 di Indonesia ?
4.    Bagaimana persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia. ?
1.3       Tujuan dan Manfaat
1.3.1   Tujuan Pembuatan makalah ini yaitu :
1.     Untuk mengetahui dan memahami sistem pemilu di Indonesia pada 1955 di Indonesia.
2.    Untuk mengetahui dan memahami partai politik yang berperan dalam pemilu 1955 di Indonesia.
3.    Untuk mengetahui dan memahami proses pemilu di Indonesia pada tahun 1955 di Indonesia.
4.    Untuk mengetahui dan memahami persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia.
1.3.2      Manfaat pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Memberikan informasi tentang sistem pemilu di Indonesia pada 1955 di Indonesia.
2.      Memberikan informasi tentang partai politik yang berperan dalam pemilu 1955 di Indonesia.
3.      Memberikan informasi tentang proses pemilu di Indonesia pada tahun 1955 di Indonesia.
4.      Memberikan informasi tentang persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia.
1.4       Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah menggunakan metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku dan jurnal yang tersedia di media masa atau internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia
pemilu 1955 yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR yang melibatkan lebih dari 39 juta penduduk Indonesia dalam memberikan suaranya dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante berada di bawah rezim hukum konstitusi Pasal 1 Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal60, Pasal 134 dan Pasal 135 UUDS 1950 yang kemudian diderivasi dalamUU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. Pemilu tersebut berada dalam konteks sistem ketatanegaraan kabinet parlementer dengan sistem multi partai (Poesponegoro, dkk. 2008:317).
Pemilihan umum pertama tahun 1955 ini diselenggarakan dengan 100 tanda gambar, hal ini menunjukan bahwa antosias masyarakat dengan beragam partainya masing-masing cukup tinggi. Namun setelah diadakan penyederhanaan, akhirnya pemilihan umum ini diikuti 28 partai. Sebagaimana diketahui bahwa, pemilihan umum ini dapat dilaksanakan sesuai dengan jadual yang telah di tetapkan. Sejumlah 37.875. 299 penduduk yang berhak menggunakan hak pilihnya, dari jumlah ini 43. 104. 464 menggunakan hak pilihnya, ini berarti 87,65 persen menggunakan hak pilihnya ( Rais, 1986: 183).
Dilihat dari persentase rakyat yang menggunakan hak pilihnya, partisifasi rakyat cukup besar karena situasi dan kondisi pada waktu itu, dimana saranadan prasarananya masih sulit terutama didaerah pedesaan, dan juga masih banyaknya gerakan-gerakan pengacau keamanan di berbagai daerah Indonesia seperti Darul Islam (DI). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pemilihan umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955 dapat berjalan dengan baik.
  
2.1.1  Sistem Distrik
Sistem ini merupakan sistem penilaian yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis ini biasa disebut distrik, yang mencakup suatu wilayah kecil yang mempunyai satu wakil dalam parlemen.
Dalam sistem distrik, yang paling penting diperlukan puralitas suara (suara terbanyak) untuk membentuk suatu pemerintah, dan bukan mayoritas (50 % plus 1). Oleh karena itu, berapapun suara yang diperoleh jika ia tampil sebagai pemenang, maka dapat membentuk kabinet tanpa koalisi, pemerintah semacam ini dinamakan minority government. Ciri khas yang melekat pada sistem distrik ini yaitu kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai secara nasional dan jumlah kursi yang diperolehnya dalam parlemen.
Beberapa keuntungan sistem distrik :
a.       Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebh erat.
b.      Sistem ini lebih mendorong kea rah integrasi partai- partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam sistem distrik pemilihan hanya satu.
c.       Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung, malah sistenm ini dapat mendorong kea rah penyederhanaan partai secara alamiah dan tanpa paksaan.
d.      Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen , sehingga tidak perlu diadakan koalisis dengan partai lain.
e.       Sistem ini sederhana dan mudah untuk dilksanakan.

Beberapa kelemahan sistem distrik :
a.       System ini kurang memperhitungkan adanya partai- partai kecil dan golongan minoritas, apa lagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
b.      Sistem ini kurang refresentatif dalam arti bahwa partai yang calonya kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara yang telah mendukungnya.
c.       Ada kemungkinan seseorang wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya dari pada kepentingan nasional.
d.      Umumnya dianggap bahwa system distrik kurang efektif dalam masyarakat yang heterogen karena terbagi dalam kelompok etnis, religious, sehingga menimbulkan anggapan bahwa suatu kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan pra syarat bagi suksesnya sistem ini.
2.1.2  Sistem Proporsional
Sistem ini biasanya digunakan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Dalam sistem ini jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat.
Dalam system proporsional. Suatu kesatuan administratife, misalnya propinsi ditentukan sebagai daerah pemilihan.
Sistem proporsional sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur antara lain dengan sistm daftar  (list sistem).
Sistem proporsional memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu :
a.       Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena asas one man one vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada suara yang hilang.
b.      Sistem proporsional diianggap representatife karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilihan umum.
c.       Tidak ada distorsi.
Sistem proporsional memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu :
a.       Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.
b.      Sistem ini kurang mendorong partai-mmpartai untuk berintegrasi satu sama lain dan memanfaatkan persamaan yang ada.
c.       Sistem proporsional member kedudukan yang kuat pada pimpinan partai melalui Sistem daftar.
d.      Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga yang telah memilihnya.
Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi satu partai untuk meraih mayoritas dalam parlemen yang dperlukan untuk membrntuk pemerintah (Sair, 2005: 46).

2.2       Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia
Jika diperhatikan perkembangan kehidupan kepartaian di Indoensia, maka segera diketahui bahwa pengalaman berpartai masyarakat Indonesia berlumlah begitu lama. sebelum tercapainya kemerdekaan, khususnya pada masa Hindia Belanda, kaum pergerakan mendirikan sejumlah partai yangantara lain dipakai sebagai wahanan untuk pendidikan politik dan mobilisasi politik dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Sebelum tahun 1930 kehidupan kepartaian dapat dicirikan sebagai radikal dan konservatif, dengan pengertian yang berani menentang Belanda secara terang-terangandan yang lain melakukan perjuangan politik melalui cara persuasif dengan pemerintah kolonial.  Tetapi setelah partai komunis dibubarkan pemerintah kolonial Belanda menyusul pmberontakan yang gagal tahun 1926/1927 olehkomunis, kehidupan kepartaian mengalami masa suram. Penyesuaian gayakemudian dilakukan disana sini dan baru mulai menjadi radikal lagi menjelang Jepang mendarat di Indonesia.
Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial,maka kehidupan kepartaian pada masa Hindia Belanda ini dicirikan denga nmereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (kooperasi) dan yang menolak mamasuki institusi kolonial (non kooperasi). Seirama dengan ekslarasi perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang mendarat di Indonesia, terlihat pendekatan partai radikal dengan konservatif atau antara kaum kooperator dengan non kooperator baik dalam ikatan atasdasar kebangsaan seperti yang terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) maupun atas dasar ideologi keagamaan seperti terlihat pada majelisIslam Ala Indonesia (MIAI).Pada masa pendudukan militer Jepang, kegiatan kepartaian dilarang, kecuali MIAI yang diperkenankan terus berdiri edngan cara menyesuaikan AD/ART nya dengan keinginan perang Asia Timur raya. Namun ternyata MIAI juga tidak dapat bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAI dicurigai Jepang. MIAI lalu dibubarkan dan pemerintah pendudukan Jepang menggantikannya dengan Masyumi (1943).Pada awal proklamasi, PPKI merencanakan membentuk partai tunggal (partai negara) dengan sebutan Partai Nasional Indonesia yang sama sekali tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini diprakarsai Soekarno sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung Hatta. Hal itu barangkali karena partai tunggal mirip dengan bentuk kepartaian di negara komunis, yang dalam aktivitasnya cenderung diktator. Dalam kenyataannya rencana partai tunggal ini juga terwujud antara lain karena KNIP mampu mengorganisir massa untuk membela eksistensi proklamasi. Penentangan terhadap gagasan partai tunggal diperlihatkan lagi dengan usulan politik Badan Pekerja KNIP kepada wakil Presiden. Pemerintah merealisasi usul Badan Pekerja ini melalui Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik. Sejak itu bermunculanlah partai- partai politik yang jumlahnya tanpa batas. Keadaan ini menjadi runyam karena   sebagian partai-partai ini menuntut untuk diberi tempat dalam pemerintahan dan KNIP.
Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. Sekurang- kurangnya terdapat 27 partai politik. Partai-partai tersebut adalah:
1.      Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiritahun 1947 dan NU tahun 1952).
2.      Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
3.      Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
4.      Partai Kristen Indonesia (PARKINDO).
5.      Partai Katolik.
6.      Partai Nasional Indonesia (PNI).
7.      Persatuan Indonesia Raya (PIR).
8.      Partai Indonesia Raya (PARINDRA).
9.      Partai Rakyat Indonesia (PRI).
10.  Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG).
11.  Partai Rakyat Nasional (PRN)
12.  Partai Wanita Rakyat (PWR).
13.  Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI).
14.  Partai Kedaulatan Rakyat (PKR).
15.  Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) .
16.  Ikatan Nasional Indonesia (INI).
17.  Partai Rakyat Djelata (PRD).
18.  Partai Tani Indonesia (PTI).
19.  Demokrasi Indonesia (WDI.
20.  Partai Komunis Indonesia (PKI).
21.  Partai Sosialis Indonesia (PSI).
22.  Partai Murbaw.
23.  Partai Buruh (dua buah).
24.  Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI).
25.  Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI).
26.  Partai Indo Nasional (PIN).
 2.3       Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia
2.3.1   Kampanye Partai Politik Tahun 1955
Kampanye Pemilu yang sangat sengit pada tahun 1955 berlangsung lama sekali yang memperuncing konflik sosial di banyak daerah. Ketiadaan konsensus politik yang mencolok pada masa kamanye itu menjadi jelas lagi pada masa pasca Pemilu, yaitu pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo kedua (Maret 1956-Maret 1957). Dari empat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali itu. Tetapi, konflik PNI dan Masyumi berjalan terus di dalam kabinet itu, sehingga kabinet dilihat lemah dan kurang tegas. Hal itu menyuburkan lahan bagi beberapa aktor politik yang dari dulu merasa diri dikesampingkan oleh sistem demokrasi parlementer. Yang paling nyata Presiden Soekarno dan pimpinan tentara. Menarik pula perilaku para politikus saat berkampanye. Semua politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para menteri yang menjadi calon anggota DPR, tidak pernah menggunakan fasilitas negara maupun memanfaatkan otoritasnya sebagai pejabat  negara. Mereka juga tidak pernah meminta pejabat di bawahnya untuk menggiring masyarakat masyarakat pemilih untuk mengambil sikap yang menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak menganggap sesama pejabat negara sebagai pesaing yang menakutkan. Selain itu, tak  ada gelagat dari pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala cara selama mengikuti kampanye. Teladan para pejabat pada masa lalu inilah yang kita rindukan bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama masa kampanye pada Pemilu 1955. Ditinjau dari pelaksanaannya, pemilihan umum ini dapat dikatakan berjalan secara bersih, jujur, aman dan tertib (Sair, 2005: 44).
2.3.2  Proses Pemilu
Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1994 dan baru selesai pada November.  Ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000.Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini. Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu  pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi kedalam beberapa fraksi (Mustofa, 2013. Dalam http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_ Demokrasi_Pertama_Indonesia, diakses pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 23.55 WIB).
2.1      Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 di Indonesia
2.4.1  Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955)
Dari 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang. 


2.4.2      2.4.2 Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955)
Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi diIrian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. 
Sebenarnya hasil pemilihan tahun  1955 itu memperlihatkan keampuhan strategi yang dikembangkan PKI, yang muncul sebagai pemenang no.4, Ini membuktikan, upaya PKI ,meluaskan pengaruhnya melalui penggalangan masa sangat berhasil. Dari hasil perolehan suara itu, kekuatan PKI ternyata terdapat di Jawa ( seperti halnya PNI dan NU). Keberhasilan itu juga karena PKI merangkul bung Karno dalam setiap permasalahan politik. Kebetulan Bung Karno tidak sejalan dengan pemikiran Hatta  dalam masalah politik dan ekonomi sangat menguntungkan PKI yang memandangmaslah itu dari sudut ediologinya sendiri (Sair, 2005: 44).
BAB III
PENUTUP
3.1      Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi partai. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik. Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember constituency ) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi atau perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dariempat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI,Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinetAli Sastroamidjojo. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih dilakukan pada Mei 1954 dan baru selesai pada November. Ada 43.104.464 pemilih yang sesuai dengan syarat masuk bilik suara.
3.2      Saran
          Sebagai manusia yang mempunyai kelebihan dan kekurangan kami yakin para pembaca juga ingin lebih mengerti tentang pemilihan umun pada tahun 1955 di Indonesia, maka kami menyarankan para pembaca memperbanyak membaca dari sumber-sumber yang lain.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_ Demokrasi_Pertama_Indonesia, diakses pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 23.55 WIB
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, halaman 317.
Sair, Alian. 2005. Sejarah Nasional Indonesia VI. Palembang: Perpustakaan Prodi Sejarah FKIP Universitas Sriwijaya, halaman 40-50.